SEPUTAR MASALAH PENCANGKOKAN ORGAN TUBUH
Dr. Yusuf Qardhawi
Fatwa ini saya tulis sejak lama sebagai jawaban terhadapbeberapa pertanyaan seputar masalah pencangkokan organtubuh. Masalah ini merupakan masalah ijtihadiyah yang terbukakemungkinan untuk didiskusikan, seperti halnya semua hasilijtihad atau pemikiran manusia, khususnya menyangkutmasalah-masalah kontemporer yang belum pernah dibahas olehpara ulama terdahulu. Dalam kaitan ini, tidak seorang pun ahli fiqih yang dapatmengklaim bahwa pendapatnyalah yang benar secara mutlak.Paling-paling ia hanya boleh mengatakan sebagaimana yangdikatakan Imam Syafi'i, "Pendapatku benar tetapi adakemungkinan salah, dan pendapat orang lain salah tetapi adakemungkinan benar." Karena itu saya menganggap aneh terhadap kesalahpahaman yangmuncul akhir-akhir ini yang menentang seorang juru dakwahyang agung, Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya'rawi, karenabeliau memfatwakan tidak bolehnya pencangkokan organ tubuhdengan didasarkan atas pemikiran beliau. Sebenarnya Syekh Sya'rawi --mudah-mudahan Allah melindungibeliau-- tidak menulis fatwa tersebut secara bebas dandetail. Beliau hanya mengatakannya dalam suatu mata acaratelevisi, ketika menjawab pertanyaan yang diajukan. Dalamacara-acara seperti itu sering muncul pertanyaan secaratiba-tiba, dan jawabannya pun bersifat sepintas lalu, yangtidak dapat dijadikan acuan pokok sebagai pendapat danpandangan ulama dalam persoalan-persoalan besar danmasalah-masalah yang sukar. Yang dapat dijadikan pegangandalam hal ini adalah pendapat yang tertuang dalam bentuktulisan, karena pendapat dalam bentuk tulisan mencerminkanpemikiran yang akurat dari orang yang bersangkutan, dantidak ada kesamaran padanya. Namun demikian, setiap orang boleh diterima dan ditolakperkataannya, kecuali Nabi saw. Sedangkan seorang mujtahid,apabila benar pendapatnya maka dia akan mendapatkan duapahala; dan jika keliru maka diampuni kesalahannya, bahkanmasih mendapatkan satu pahala. Wa billahit taufiq, dan kepada-Nya-lah tujuan perjalananhidup ini. PERTANYAAN Bolehkah seorang muslim mendonorkan sebagian organ tubuhnyasewaktu dia hidup untuk dicangkokkan pada tubuh orang lain?Kalau boleh, apakah kebolehannya itu bersifat mutlak ataukahterikat dengan syarat-syarat tertentu? Dan apasyarat-syaratnya itu? Jika mendonorkan organ tubuh itu diperbolehkan, maka untuksiapa saja donor itu? Apakah hanya untuk kerabat, atau hanyauntuk orang muslim, ataukah boleh untuk sembarang orang? Apabila mendermakan atau mendonorkan organ tubuh itudiperbolehkan, apakah boleh memperjualbelikannya? Bolehkah mendonorkan organ tubuh setelah meninggal dunia?Apakah hal ini tidak bertentangan dengan keharusan menjagakehormatan mayit? Apakah mendonorkan itu merupakan hak orang bersangkutan(yang punya tubuh itu) saja? Bolehkah keluarganyamendonorkan organ tubuh si mati? Bolehkah negara mengambil sebagian organ tubuh orang yangkecelakaan misalnya, untuk menolong orang lain? Bolehkah mencangkokkan organ tubuh orang nonmuslim ke tubuhorang muslim? Bolehkah mencangkokkan organ tubuh binatang --termasukbinatang itu najis, seperti babi misalnya-- ke tubuh seorangmuslim? Itulah sejumlah pertanyaan yang dihadapkan kepada fiqihIslam dan tokoh-tokohnya beserta lembaga-lembaganya padamasa sekarang. Semua itu memerlukan jawaban, apakah diperbolehkan secaramutlak, apakah dilarang secara mutlak, ataukah denganperincian? Baiklah saya akan mencoba menjawabnya, mudah-mudahan Allahmemberi pertolongan dan taufiq-Nya. JAWABAN BOLEHKAH ORANG MUSLIM MENDERMAKAN ORGAN TUBUHNYA KETIKA DIAMASIH HIDUP? Ada yang mengatakan bahwa diperbolehkannya seseorangmendermakan atau mendonorkan sesuatu ialah apabila itumiliknya. Maka, apakah seseorang itu memiliki tubuhnyasendiri sehingga ia dapat mempergunakannya sekehendakhatinya, misalnya dengan mendonorkannya atau lainnya? Atau,apakah tubuh itu merupakan titipan dari Allah yang tidakboleh ia pergunakan kecuali dengan izin-Nya? Sebagaimanaseseorang tidak boleh memperlakukan tubuhnya dengan semausendiri pada waktu dia hidup dengan melenyapkannya danmembunuhnya (bunuh diri), maka dia juga tidak bolehmempergunakan sebagian tubuhnya jika sekiranya menimbulkanmudarat buat dirinya. Namun demikian, perlu diperhatikan disini bahwa meskipuntubuh merupakan titipan dari Allah, tetapi manusia diberiwewenang untuk memanfaatkan dan mempergunakannya,sebagaimana harta. Harta pada hakikatnya milik Allahsebagaimana diisyaratkan oleh Al-Qur'an, misalnya dalamfirman Allah: "... dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu ..." (an-Nur: 33) Akan tetapi, Allah memberi wewenang kepada manusia untukmemilikinya dan membelanjakan harta itu. Sebagaimana manusia boleh mendermakan sebagian hartanyauntuk kepentingan orang lain yang membutuhkannya, makadiperkenankan juga seseorang mendermakan sebagian tubuhnyauntuk orang lain yang memerlukannya. Hanya perbedaannya adalah bahwa manusia adakalanya bolehmendermakan atau membelanjakan seluruh hartanya, tetapi diatidak boleh mendermakan seluruh anggota badannya. Bahkan iatidak boleh mendermakan dirinya (mengorbankan dirinya) untukmenyelamatkan orang sakit dari kematian, dari penderitaanyang sangat, atau dari kehidupan yang sengsara. Apabila seorang muslim dibenarkan menceburkan dirinya kelaut untuk menyelamatkan orang yang tenggelam, atau masuk ketengah-tengah jilatan api untuk memadamkan kebakaran, makamengapakah tidak diperbolehkan seorang muslim mempertaruhkansebagian wujud materiilnya (organ tubuhnya) untukkemaslahatan orang lain yang membutuhkannya? Pada zaman sekarang kita melihat adanya donor darah, yangmerupakan bagian dari tubuh manusia, telah merata dinegara-negara kaum muslim tanpa ada seorang ulama pun yangmengingkarinya, bahkan mereka menganjurkannya atau ikutserta menjadi donor. Maka ijma' sukuti (kesepakatan ulamasecara diam-diam) ini --menurut sebagian fatwa yang munculmengenai masalah ini-- menunjukkan bahwa donor darah dapatditerima syara'. Didalam kaidah syar'iyah ditetapkan bahwa mudarat itu harusdihilangkan sedapat mungkin. Karena itulah kita disyariatkanuntuk menolong orang yang dalam keadaan tertekan/terpaksa,menolong orang yang terluka, memberi makan orang yangkelaparan, melepaskan tawanan, mengobati orang yang sakit,dan menyelamatkan orang yang menghadapi bahaya, baikmengenai jiwanya maupun lainnya. Maka tidak diperkenankan seorang muslim yang melihat suatudharar (bencana, bahaya) yang menimpa seseorang atausekelompok orang, tetapi dia tidak berusaha menghilangkanbahaya itu padahal dia mampu menghilangkannya, atau tidakberusaha menghilangkannya menurut kemampuannya. Karena itu saya katakan bahwa berusaha menghilangkanpenderitaan seorang muslim yang menderita gagal ginjalmisalnya, dengan mendonorkan salah satu ginjalnya yangsehat, maka tindakan demikian diperkenankan syara', bahkanterpuji dan berpahala bagi orang yang melakukannya. Karenadengan demikian berarti dia menyayangi orang yang di bumi,sehingga dia berhak mendapatkan kasih sayang dari yang dilangit. Islam tidak membatasi sedekah pada harta semata-mata, bahkanIslam menganggap semua kebaikan (al-ma'ruf) sebagai sedekah.Maka mendermakan sebagian organ tubuh termasuk kebaikan(sedekah). Bahkan tidak diragukan lagi, hal ini termasukjenis sedekah yang paling tinggi dan paling utama, karenatubuh (anggota tubuh) itu lebih utama daripada harta,sedangkan seseorang mungkin saja menggunakan seluruh hartakekayaannya untuk menyelamatkan (mengobati) sebagian anggotatubuhnya. Karena itu, mendermakan sebagian organ tubuhkarena Allah Ta'ala merupakan qurbah (pendekatan diri kepadaAllah) yang paling utama dan sedekah yang paling mulia. Kalau kita katakan orang hidup boleh mendonorkan sebagianorgan tubuhnya, maka apakah kebolehan itu bersifat mutlakatau ada persyaratan tertentu? Jawabannya, bahwa kebolehannya itu bersifat muqayyad(bersyarat). Maka seseorang tidak boleh mendonorkan sebagianorgan tubuhnya yang justru akan menimbulkan dharar,kemelaratan, dan kesengsaraan bagi dirinya atau bagiseseorang yang punya hak tetap atas dirinya. Oleh sebab itu, tidak diperkenankan seseorang mendonorkanorgan tubuh yang cuma satu-satunya dalam tubuhnya, misalnyahati atau jantung, karena dia tidak mungkin dapat hiduptanpa adanya organ tersebut; dan tidak diperkenankanmenghilangkan dharar dari orang lain dengan menimbulkandharar pada dirinya. Maka kaidah syar'iyah yang berbunyi:"Dharar (bahaya, kemelaratan, kesengsaraan, nestapa) ituharus dihilangkan," dibatasi oleh kaidah lain yang berbunyi:"Dharar itu tidak boleh dihilangkan dengan menimbulkandharar pula." Para ulama ushul menafsirkan kaidah tersebut denganpengertian: tidak boleh menghilangkan dharar denganmenimbulkan dharar yang sama atau yang lebih besardaripadanya. Karena itu tidak boleh mendermakan organ tubuh bagian luar,seperti mata, tangan, dan kaki. Karena yang demikian ituadalah menghilangkan dharar orang lain dengan menimbulkandharar pada diri sendiri yang lebih besar, sebab denganbegitu dia mengabaikan kegunaan organ itu bagi dirinya danmenjadikan buruk rupanya. Begitu pula halnya organ tubuh bagian dalam yang berpasangantetapi salah satu dari pasangan itu tidak berfungsi atausakit, maka organ ini dianggap seperti satu organ. Hal itu merupakan contoh bagi yang dharar-nya menimpa salahseorang yang mempunyai hak tetap terhadap penderma (donor),seperti hak istri, anak, suami, atau orang yang berpiutang(mengutangkan sesuatu kepadanya). Pada suatu hari pernah ada seorang wanita bertanya kepadasaya bahwa dia ingin mendonorkan salah satu ginjalnya kepadasaudara perempuannya, tetapi suaminya tidakmemperbolehkannya, apakah memang ini termasuk hak suaminya? Saya jawab bahwa suami punya hak atas istrinya. Apabila ia(si istri) mendermakan salah satu ginjalnya, sudah barangtentu ia harus dioperasi dan masuk rumah sakit, sertamemerlukan perawatan khusus. Semua itu dapat menghalangisebagian hak suami terhadap istri, belum lagi ditambahdengan beban-beban lainnya. Oleh karena itu, seharusnya halitu dilakukan dengan izin dan kerelaan suami. Disamping itu, mendonorkan organ tubuh hanya boleh dilakukanoleh orang dewasa dan berakal sehat. Dengan demikian, tidakdiperbolehkan anak kecil mendonorkan organ tubuhnya, sebabia tidak tahu persis kepentingan dirinya, demikian pulahalnya orang gila. Begitu juga seorang wali, ia tidak boleh mendonorkan organtubuh anak kecil dan orang gila yang dibawah perwaliannya,disebabkan keduanya tidak mengerti. Terhadap harta merekasaja wali tidak boleh mendermakannya, lebih-lebih jika iamendermakan sesuatu yang lebih tinggi dan lebih muliadaripada harta, semisal organ tubuh.
Senin, September 15, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar